Monday, April 25, 2016




Kurang lebih dua hari ini, dua ekor anak kucing muncul di indekos saya. Kedua anak kucing itu saya sebut si Oranye dan si Belang. Si Oranye bertubuh agak kurus. Ia memiliki mata berwarna hijau, bulu berwarna oranye keemasan dengan garis-garis kecoklatan. Si Belang memiliki kombinasi warna putih dan hitam pada bulunya. Matanya berwarna hijau pudar. Mereka menampakkan diri tiap mendengar percikan minyak goreng yang dipanaskan di dapur.
Kucing yang pertama kali muncul adalah si Oranye. Saya menemukannya saat ia sedang berjemur damai di bawah bayangan sebuah sepeda motor. Karena saya adalah penggemar kucing, saya mengambil foto si Oranye beberapa kali. Awalnya dia agak terganggu dan marah. Namun lama-lama ia terbiasa saja dengan tingkah konyol saya yang bolak-balik mengitarinya. Foto terbaik si Oranye pun saya pajang pada beberapa akun media sosial.
Esoknya, seekor kucing lain muncul. Si Belang. Awalnya ia mengawasi pelan-pelan dari balik pintu dapur. Namun melihat si Oranye yang lincah saja bermain di dekat saya, perlahan ia mendekat dan ikut memandori.
Saya merasa Si Oranye lengkap dengan si Belang datang karena mendengar suara minyak goreng mendidih yang sangat ribut, yang agak lebih keras dari biasanya. Waktu itu saya membuat tahu isi goreng. Tepung yang dicairkan tersebut itulah yang menyebabkan kerasnya suara minyak yang mendidih.
Inilah kali kedua si Oranye memandori saya di dapur. Saya mengambil sepotong kecil tahu dan melemparkannya kepada si Oranye dan juga saudaranya, si Belang. Sayang, si Belang tampaknya tak menyukai tahu. Ia hanya mengendus potongan tahu itu sebentar lalu pergi mengendus yang lain. Sepertinya melihat si Belang yang tak bernafsu, si Oranye juga bertingkah ogah-ogahan. Padahal kemarin ia memakan potongan tahu yang kuberikan. Mungkin dia bosan.
***
Ah, ternyata mereka tidak bosan kok. Dan hari ini juga hari keberuntungan mereka. Kenapa? Karena menu hari ini adalah ikan goreng balado. Mereka telah hadir di dapur bahkan sebelum minyak yang mendidih berbunyi. Ya, mereka berlarian kegirangan saat mencium aroma ikan yang sedang dibersihkan. Mereka mengeong bersahut-sahutan, tak berhenti.
Si Oranye dan si Belang tampak sangat tidak sabar untuk mencicipi ikan tersebut. Mereka tak tenang, mereka bolak-balik berlari di dapur dan berputar-putar di kaki saya. Malahan si Oranye  melompat ke dekat kompor dan ikut mengawasi saya mengupas bawang untuk sambalado.
Si Oranye memang agak menganggu. Makanan yang sudah hampir jadi saya letakkan paling atas agar tidak ia sambar. Ia bahkan juga mengendus cabai, sampah kulit bawang, apapun yang terletak di atas meja. Sudah beberapa kali saya memindahkannya ke bawah, tapi ia pasti naik lagi. Akhirnya saya biarkan saja si Oranye itu. Repot juga kalau tiap kali memindahkannya harus mencuci tangan, mengingat ia pasti sudah bermain dimana saja.
Kucing kecil ternyata tak ubahnya seperti manusia kecil, serba penasaran. Sedari tadi ia sudah tergila-gila dengan aroma ikan yang sedang diungkep di dalam kuali. Saya masih mengawasinya dengan sudut mata. Ia pelan-pelan mengendap-endap mendekati kuali, mungkin ingin langsung mencomot ikan yang tengah direbus itu, dan hap! ‘Tangan’ kecilnya pun menjangkau dan menyentuh tepian kuali.
***
Saya hanya bisa melongo, antara kasihan dan menahan tawa. Si Oranye kontan menarik ‘tangannya’ dan melompat saking terkejutnya. Ternyata tepian kuali itu panas, ya.
Akhirnya saya tak bisa menahan tawa. Si Oranye jadi tak bersemangat lagi berada di dekat kompor. Ia pun turun ke bawah dan kemudian bermain bersama si Belang yang lebih kalem itu.
***
Dan saat-saat yang dinanti si Oranye dan si Belang tiba. Saya mencampurkan ikan yang sudah direbus dengan nasi putih. Porsi untuk mereka masing-masing pun saya lebihkan bahkan dari porsi kucing dewasa.
Dan saya tidak salah untuk porsi tersebut. Ternyata mereka makan sangat lahap sampai tidak bersisa. Bahkan mereka masih menjilati lantai semen sisa nasi tersebut.
Ya, mereka memang sangat lapar. Mereka bahkan tidak sabar menunggui saya mengaduk nasi dan ikan rebus yang masih panas itu. Jadi selagi menunggu nasi dan ikan dingin untuk bisa diaduk, saya menjatuhkan beberapa potong tulang yang lunak sebagai appetizer. Setelah makanan pembuka tersebut habis, saya meletakkan nasi tersebut dua tempat, dengan porsi si Oranye lebih banyak karena ia lebih kurus. Sembari makan, mereka mendengkur senang.
***
Usai makan, si Oranye dan si Belang yang sedari tadi heboh telah tenang. Mereka berbaring malas di bawah pot tanaman sambil bercanda.

***
Melihat mereka berbaring dan kekenyangan itu membuat saya bahagia. Kucing merupakan hewan jinak maka ia dijadikan sebagai hewan peliharaan. Kucing juga kerap menunjukkan tingkah-tingkah yang menggemaskan yang membuat ia menjadi hewan yang disayangi.  Pada beberapa artikel mengenai kucing, dengkuran kucing yang befrekuensi 20-140 Hzmerupakan sebuah terapi tidur yang baik. Manusia yang mendengar dengkuran kecilnya itu akan merasa nyaman sehingga tidur mendengar dengkuran kucing membuat tidur menjadi lebih cepat dan lebih nyenyak.
Namun saya heran karena hewan lucu ini juga kerap kali ditemukan terlantar di jalanan. Banyak juga yang tega menyiksanya dengan menyiram, menendang dan memukul hingga beberapa kucing jalanan terlantar menjadi cacat, kulitnya terkelupas, bagian tubuhnya rusak. Banyak juga kucing terlantar yang kehilangan kakinya, matanya bahkan nyawanya.         
Padahal manusia telah dididik dalam pelajaran moral baik di lingkungan keluarga maupun di sekolah untuk menyayangi sesama, termasuk makhluk hidup lainnya seperti tanaman dan hewan. Dalam agama yang saya anut, juga disebutkan perihal menyayangi sesama makhluk hidup.
Dalam Al-Qur’an shurah At-Thaahaa (20) ayat 49-55 terdapat sebuah kisah dimana Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS menghadap Raja Fir’aun yang menanyakan Tuhan mereka.
49. Berkata Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?[924].
50. Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk[925].
51. Berkata Fir'aun: "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?"
52. Musa menjawab: "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab[926], Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa;
53. Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.
54. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.
55. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain,

Maka manusia sebaiknya tidak mengabaikan akal yang dimilikinya serta emosi yang salah satunya berupa rasa kasih sayang. Yang mana akal dan emosi hanya dianugerahkan kepada manusia sebagai pemuncak kingdom Animalia, kingdom tertinggi dengan kelas yang memiliki struktur biologis paling kompleks.


Padang, 26 April 2016 pukul 24.50




Wednesday, April 13, 2016

Taken from http://3.bp.blogspot.com/

Tulisan ini berawal dari rasa bersalah pada sekelompok semut merah yang tanpa sengaja telah mengajarkan saya arti kehidupan.
***
Sungguh, saya benar-benar terkejut dan kesal saat mendapati sekumpulan semut merah telah menjalari nasi di dalam panci rice cooker. Padahal saya sedang letih dan ingin langsung makan siang.
Siang itu saya baru saja pulang dari suatu tempat sambil menenteng es sari tebu dan beberapa camilan. Es tebu memang sangat cocok untuk melepas dahaga sekaligus mengisi kembali tenaga yang terkuras. Udara sedang agak panas memang.
Sayang, saya tak begitu memperhatikan ketika hendak menyendok nasi karena sang sendok terletak dalam keadaan tertungkup. Akibatnya, saya tak bisa melihat sekawanan semut yang bersembunyi di baliknya. Ternyata saya lupa membuang gelas plastik bekas es tebu yang dibeli tadi. Saya tanpa sengaja meletakkan gelas plastik di samping sendok nasi. Alhasil kedua benda tersebut pun telah dijalari oleh semut-semut merah yang kondang akan gigitannya yang ganas.


Kini saya kebingungan bagaimana cara mengeluarkan mereka dari dalam panci. Saya ingin makan. Panci itu sudah diguncang-guncang sedemikian rupa, namun semut-semut itu tak bergeming. Mereka tampak kebingungan karena tiba-tiba mendarat di atas nasi putih itu.
Akhirnya saya memakai metode pengusiran paksa. Saya letakkan panci itu di atas rice cooker dengan tutup terbuka agar mereka bisa keluar karena hawa panas yang tercipta. Namun saya salah perhitungan. Tepian panci memanas drastis. Semut-semut itu tak berani keluar. Akhirnya saya mengeluarkan panci tersebut dari dalam rice cooker. Lalu saya letakkan sendok tadi ke dalam panci dengan keadaan tegak dan bersandar pada tepiannya. Fungsi sendok nasi tersebut adalah sebagai ‘jembatan keluar’.
Seekor semut langsung tanggap dengan sendok yang saya berikan. Ia langsung meniti jembatan buatan tersebut dan berlari keluar. Namun semut itu berhenti di tengah jalan dan tiba-tiba berbelok arah. Ia mengitari teman-temannya yang masih berada di bawah, seakan memberi sinyal: Kawan-kawan, ini ada jalan keluar!

Perlahan semut-semut yang di bawah mengikuti semut pertama tadi. Setelah rombongan semut pertama telah mencapai ujung jembatan, saya pindahkan mereka langsung ke atas lantai. Mereka pun berlari cepat seolah merayakan kebebasannya. Begitu juga dengan pembebasan rombongan kedua dan ketiga. Lalu pada rombongan terakhir, yaitu rombongan keempat, semut-semut tersebut sudah habis keluar.


Akhirnya saya melanjutkan makan siang yang tertunda tadi dengan tenang.

*Padang, 11 April 2016, Pukul 22.30

Bonus:
 Saat-saat para semut merah meniti jembatan untuk mencari jalan keluar.




Sunday, April 3, 2016


Anime yang satu ini tidak pernah lepas dari saya sejak kecil, sejak SD dulu. Kenapa? Karena saya telah jatuh hati dengan serial ini sejak pertama kali menatapnya di layar televisi. I don’t know why, its complicated plot really captivated me.
Saya telah lama berhenti menonton serial ini. Seingat saya, waktu itu pada masa-masa SD, anime ini menghilang dari salah satu stasiun TV swasta dan digantikan oleh acara pertandingan tinju. Cukup sedih memang, karena ceritanya terputus di tengah jalan dan saya penasaran seperti apa kelanjutan ceritanya.
Untuk mengobati kerinduan saya dengan serial ini, saya mengoleksi soundtrack nya sewaktu SMP dan mendengarkannya berulang-ulang. Terkadang dengan teman-teman sesama pecinta anime, kami bernostalgia membahas cerita bertemakan perang yang fenomenal itu. Menurut survei online oleh TV Asahi pada 2006, Inu Yasha menempati peringkat 20 dari 100 serial anime terbaik di Jepang.
Inu Yasha, atau lebih dikenal dengan siluman anjing setengah manusia. Saya bertemu lagi dengan serial ini pada tahun keempat di bangku perkuliahan. Saya mengoleksi serialnya hanya sampai episode 105. Itupun beberapa episode zonk. Sebenarnya saya mencari-carinya sampai episode terakhir, sayangnya karena kesibukan harian, saya tidak mendapatkannya.               
Karena tidak sabaran mengetahui endingnya, saya memutuskan untuk mencari spoiler episode terakhir serial ini alias The Final Act dari berbagai sumber. Dan, voila! Malam ini saya membaca sebuah artikel yang membahas karakter-karakter dari anime Inu Yasha. Akhirnya ending serial yang telah membuat kepala saya penuh karena penasaran terkuak.
Persis dengan harapan saya, anime Inu Yasha berakhir dengan indah. Tapi fakta di belakang akhir yang bahagia ini memang mengejutkan.
Dalam artikel yang saya baca itu, disebutkan dalam opening theme The Final Act, sang karakter utama, Inu Yasha dan Kagome telah terikat oleh benang merah, benang takdir. Kagome sendiri merupakan reinkarnasi dari cinta pertama Inu Yasha lima puluh tahun lalu, Kikyo.
Kikyo dan Inu Yasha yang saling mencintai terpisah oleh maut selama lima puluh tahun. Kemudian Kagome sebagai reinkarnasi Kikyo muncul. Akhirnya mereka ‘kembali’ ditakdirkan bersama. Jadi Inu Yasha telah benar-benar bertemu dengan cinta sejatinya.
Kenapa bisa?
Saat Kikyo menemui ajalnya, ia membakar bola kristal ajaib Shikon no Tama bersama jasadnya. Shikon no Tama sejak pertama kali terbentuk telah menjadi rebutan para siluman dan manusia yang memiliki niat jahat. Kikyo dan Shikon no Tama pun menghilang dari muka bumi saat itu.

Namun perasaannya terhadap Inu Yasha masih hidup. Shikon no Tama yang merupakan bola ajaib mendengar perasaan Kikyo.  Oleh kekuatan sakral Shikon no Tama, perasaan Kikyo yang masih hidup menjadi sebuah jiwa yang terlahir lima puluh tahun kemudian. Jiwa itu hidup pada seorang gadis yang menyerupai dirinya, Kagome.
Kagome sendiri terlahir dengan cahaya yang berkilauan. Cahaya itu berasal dari bola kristal Shikon no Tama yang telah berada di dalam tubuh Kagome semenjak ia lahir.
Shikon no Tama pada tubuh Kagome awalnya berada pada mode tidur. Namun saat ia mendekati Sumur Pemakan Tulang di kuil tempat ia tinggal, Shikon no Tama menjadi aktif kembali dan menghidupkan siluman yang pernah mati di dalamnya. Siluman tersebut kemudian mengambil paksa Shikon no Tama dari tubuh Kagome. Akibatnya, Kagome terseret ke dalam Sumur Pemakan Tulang yang menghubungkan dua zaman, zaman modern dan zaman perang. Kemudian Kagome pun terdampar ke zaman perang.
Kemudian, Inu Yasha yang tengah tertidur ‘abadi’ selama lima puluh tahun di zaman perang terbangun akibat mencium baru darah Kagome yang terluka. Bau darah dari reinkarnasi cinta pertamanya.
Begitulah awalnya mereka bertemu. Tidak hanya sampai disitu, mereka juga tertakdir untuk berjuang bersama. Berjuang untuk melenyapkan bola kristal ajaib Shikon no Tama yang diperebutkan para siluman dan manusia yang berniat jahat. Selama perjuangan itulah mereka jatuh cinta.
Dan saat Shikon no Tama akan dilenyapkan, saat itulah Inu Yasha dan Kagome memutuskan untuk bersatu.                 
Akhir yang indah bukan?
Disini, saya sangat menyukai karakter Kagome. Karakternya digambarkan sebagai seorang wanita berwajah cantik dengan tubuh yang indah dan kulit yang mulus.
Seharusnya dengan paras seperti itu ia bisa hidup dengan bahagia tanpa bersusah payah berjuang di jaman Perang yang notabene bukan zamannya. Pada zamannya, zaman modern, ia bisa saja hidup dengan Hojou-kun. Hojou-kun merupakan pria idaman di SMP nya. Hojou-kun juga terang-terangan menyukai Kagome.
Tak seperti remaja-remaja yang lainnya, Kagome sangat yakin dengan keputusannya. Ia tidak takut melawan arus, hidup berbeda dari orang-orang normal. Meski sempat dipermalukan oleh teman-temannya karena tidak pernah berkencan, ia tetap pada pendiriannya.
Ia tetap memilih untuk sendiri dan berjuang bersama sahabat-sahabat di zaman perang yang berada pada dua ratus tahun yang lalu. Hidup di zaman tersebut tidaklah mudah. Ia telah bertaruh dengan maut hingga  puluhan kali. Karena ia adalah wanita yang kuat, ia mampu bertahan.
Akhirnya ia bertemu dengan cinta sejatinya dan hidup di tempat yang membuatnya bahagia.



*Padang, 3 April 2016. Pukul 23.11


Blogger Tricks

BTemplates.com

Powered by Blogger.

Text Widget

About me

About Me

My photo
Padang, Air Tawar Barat, Indonesia
Powered By Blogger

Subscribe

Search This Blog

Pinterest