Wednesday, April 13, 2016

Taken from http://3.bp.blogspot.com/

Tulisan ini berawal dari rasa bersalah pada sekelompok semut merah yang tanpa sengaja telah mengajarkan saya arti kehidupan.
***
Sungguh, saya benar-benar terkejut dan kesal saat mendapati sekumpulan semut merah telah menjalari nasi di dalam panci rice cooker. Padahal saya sedang letih dan ingin langsung makan siang.
Siang itu saya baru saja pulang dari suatu tempat sambil menenteng es sari tebu dan beberapa camilan. Es tebu memang sangat cocok untuk melepas dahaga sekaligus mengisi kembali tenaga yang terkuras. Udara sedang agak panas memang.
Sayang, saya tak begitu memperhatikan ketika hendak menyendok nasi karena sang sendok terletak dalam keadaan tertungkup. Akibatnya, saya tak bisa melihat sekawanan semut yang bersembunyi di baliknya. Ternyata saya lupa membuang gelas plastik bekas es tebu yang dibeli tadi. Saya tanpa sengaja meletakkan gelas plastik di samping sendok nasi. Alhasil kedua benda tersebut pun telah dijalari oleh semut-semut merah yang kondang akan gigitannya yang ganas.


Kini saya kebingungan bagaimana cara mengeluarkan mereka dari dalam panci. Saya ingin makan. Panci itu sudah diguncang-guncang sedemikian rupa, namun semut-semut itu tak bergeming. Mereka tampak kebingungan karena tiba-tiba mendarat di atas nasi putih itu.
Akhirnya saya memakai metode pengusiran paksa. Saya letakkan panci itu di atas rice cooker dengan tutup terbuka agar mereka bisa keluar karena hawa panas yang tercipta. Namun saya salah perhitungan. Tepian panci memanas drastis. Semut-semut itu tak berani keluar. Akhirnya saya mengeluarkan panci tersebut dari dalam rice cooker. Lalu saya letakkan sendok tadi ke dalam panci dengan keadaan tegak dan bersandar pada tepiannya. Fungsi sendok nasi tersebut adalah sebagai ‘jembatan keluar’.
Seekor semut langsung tanggap dengan sendok yang saya berikan. Ia langsung meniti jembatan buatan tersebut dan berlari keluar. Namun semut itu berhenti di tengah jalan dan tiba-tiba berbelok arah. Ia mengitari teman-temannya yang masih berada di bawah, seakan memberi sinyal: Kawan-kawan, ini ada jalan keluar!

Perlahan semut-semut yang di bawah mengikuti semut pertama tadi. Setelah rombongan semut pertama telah mencapai ujung jembatan, saya pindahkan mereka langsung ke atas lantai. Mereka pun berlari cepat seolah merayakan kebebasannya. Begitu juga dengan pembebasan rombongan kedua dan ketiga. Lalu pada rombongan terakhir, yaitu rombongan keempat, semut-semut tersebut sudah habis keluar.


Akhirnya saya melanjutkan makan siang yang tertunda tadi dengan tenang.

*Padang, 11 April 2016, Pukul 22.30

Bonus:
 Saat-saat para semut merah meniti jembatan untuk mencari jalan keluar.




7 comments:

  1. Wah Risa, aku gatau kamu aktif ngeblog juga. Keep the hardwork yaa, suka deh bacanya 💕

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ajeeng ��.
      Iyaa sekarang udah suka nge blog. waaah suka tulisanku jeng? Thanks ��. Ajeng masi suka nulis? Share dong blognyaa

      Delete
    2. hai ichaa sorry baru ngecek lagi nih. blog aku www.cerita-ajeng.blogspot.com

      Delete
  2. Titip salam buat semut di panci kalo ada lagi :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siiip salam balik yaa dari semut merah eka. Tadi siang mereka singgah lagii ;D

      Delete

Blogger Tricks

BTemplates.com

Powered by Blogger.

Text Widget

About me

About Me

My photo
Padang, Air Tawar Barat, Indonesia
Powered By Blogger

Subscribe

Search This Blog

Pinterest