Taken from http://3.bp.blogspot.com/ |
Tulisan ini berawal dari rasa bersalah pada sekelompok semut merah yang tanpa sengaja telah mengajarkan saya arti kehidupan.
***
Sungguh, saya benar-benar
terkejut dan kesal saat mendapati sekumpulan semut merah telah menjalari nasi
di dalam panci rice cooker. Padahal
saya sedang letih dan ingin langsung makan siang.
Siang itu saya baru saja pulang
dari suatu tempat sambil menenteng es sari tebu dan beberapa camilan. Es tebu
memang sangat cocok untuk melepas dahaga sekaligus mengisi kembali tenaga yang
terkuras. Udara sedang agak panas memang.
Sayang, saya tak begitu
memperhatikan ketika hendak menyendok nasi karena sang sendok terletak dalam
keadaan tertungkup. Akibatnya, saya tak bisa melihat sekawanan semut yang
bersembunyi di baliknya. Ternyata saya lupa membuang gelas plastik bekas es
tebu yang dibeli tadi. Saya tanpa sengaja meletakkan gelas plastik di samping
sendok nasi. Alhasil kedua benda tersebut pun telah dijalari oleh semut-semut
merah yang kondang akan gigitannya yang ganas.
Kini saya kebingungan bagaimana
cara mengeluarkan mereka dari dalam panci. Saya ingin makan. Panci itu sudah
diguncang-guncang sedemikian rupa, namun semut-semut itu tak bergeming. Mereka
tampak kebingungan karena tiba-tiba mendarat di atas nasi putih itu.
Akhirnya saya memakai metode
pengusiran paksa. Saya letakkan panci itu di atas rice cooker dengan tutup terbuka agar mereka bisa keluar karena hawa
panas yang tercipta. Namun saya salah perhitungan. Tepian panci memanas drastis.
Semut-semut itu tak berani keluar. Akhirnya saya mengeluarkan panci tersebut
dari dalam rice cooker. Lalu saya letakkan
sendok tadi ke dalam panci dengan keadaan tegak dan bersandar pada tepiannya.
Fungsi sendok nasi tersebut adalah sebagai ‘jembatan keluar’.
Seekor semut langsung tanggap
dengan sendok yang saya berikan. Ia langsung meniti jembatan buatan tersebut
dan berlari keluar. Namun semut itu berhenti di tengah jalan dan tiba-tiba
berbelok arah. Ia mengitari teman-temannya yang masih berada di bawah, seakan
memberi sinyal: Kawan-kawan, ini ada
jalan keluar!
Perlahan semut-semut yang di
bawah mengikuti semut pertama tadi. Setelah rombongan semut pertama telah
mencapai ujung jembatan, saya pindahkan mereka langsung ke atas lantai. Mereka pun berlari cepat seolah merayakan
kebebasannya. Begitu juga dengan pembebasan rombongan kedua dan ketiga. Lalu
pada rombongan terakhir, yaitu rombongan keempat, semut-semut tersebut sudah habis
keluar.
Akhirnya saya melanjutkan makan
siang yang tertunda tadi dengan tenang.
*Padang, 11 April 2016, Pukul 22.30
Saat-saat para semut merah meniti jembatan untuk mencari
jalan keluar.
*Padang, 11 April 2016, Pukul 22.30
Bonus:
Wah Risa, aku gatau kamu aktif ngeblog juga. Keep the hardwork yaa, suka deh bacanya 💕
ReplyDeleteAjeeng ��.
DeleteIyaa sekarang udah suka nge blog. waaah suka tulisanku jeng? Thanks ��. Ajeng masi suka nulis? Share dong blognyaa
hai ichaa sorry baru ngecek lagi nih. blog aku www.cerita-ajeng.blogspot.com
DeleteTitip salam buat semut di panci kalo ada lagi :-)
ReplyDeleteSiiip salam balik yaa dari semut merah eka. Tadi siang mereka singgah lagii ;D
DeleteSemutnya imut ya ca, haha
ReplyDeleteHahaha imut yaa ndi? Maaci 😚.
Delete